Material Girl (= Cewek Matre)


Materialism is the theory that physical matter is the only reality and that everything, including thought, feeling, mind, and will, can be explained in terms of matter and physical phenomena.

But my writing today is not about the theory itself. It is about women being materialistic. I will write in English and Indonesian for the sake of comfort.

Opini tentang perempuan memiliki sifat materialistis sudah bukan hal baru lagi. Kami, para perempuan, sudah biasa menyandang gelar itu, dan saya nggak keberatan. Hanya saja… saya merasa perlu membuat semacam justifikasi atas kelakuan atau sikap materialistis kami (atau saya).

Sebenarnya sederhana saja. Buat kami, lebih mudah menerjemahkan sesuatu yang terlihat, terdengar, terasa, tercium, dan teraba daripada sesuatu yang abstrak. Lima indra lebih terpercaya daripada indra keenam yang membutuhkan insting kuat untuk didayagunakan.

That is why I took that definition above which (I presume) can explain better of what I think about being materialistic. Let say, someone states he is in love with a woman. This woman will automatically expect something “real” (can be seen, be heard, be tasted, be smelled, or be touched). This man should tell her the L word. This man should shower her with attention. And yes, this man should give her some presents.

An interesting part is, most of the time we translate those presents based on their prices. Well, it is a linear relation. The more expensive the gift, the more love she feels from him. How expensive? Saya melihatnya seperti ini: seberapa banyak seseorang mau menyisihkan apa yang dia punya untuk saya. Saya bisa sangat senang mendapat sebuah apel merah berhias pita dari seorang teman SMP dulu. Sebab saya tahu, buat anak SMP, apel merah itu hal yang mewah.

People call it materialistic. I see it as simple logic. If you love someone, you should not mind giving her valuable (which is sometimes expensive) thingy. Jadi, tak apa kalau kami disebut materialistis. Sebab buat kami, jauh lebih mudah merasakan cinta ketika ada bentuk nyata yang bisa ditangkap oleh kelima indra.


The thought is what matters

I agree. The thought of giving a luxurious present is more valuable, yes? 😀 This is again, another simple logic. But the good news is: it can be various to some extent. For example… once, I was so happy to receive a watch because I know it was relatively pricy. But some other time, I was so happy to receive an exotic scarf from India (which did not cost dearly, I guess) or a simple bracelet… because it means he was thinking about me. And another time, an ex-bf brought me a box of pizza and it was just perfect because a man should feed his lady :D.

Saya juga pernah membuatkan sebuah lukisan diri pada seseorang. Harganya nggak terlalu mahal. Tapi perjuangan untuk mendapatkan lukisan itu mewakili perasaan saya yang dalam pada orang tersebut. And I hope my thought was what matters for him.

Jadi jangan heran kalau perempuan sangat suka berlian. Sebab benda kecil itu mewakili pengorbanan yang besar seorang lelaki pada perempuan yang dikasihinya. Bagaimana ia merelakan sejumlah besar harta “hanya” untuk sebongkah kecil batu sebagai tanda cinta.

Kalian boleh menyebut kami matre.

Cheers! 😉

15 Comments Add yours

  1. aldi says:

    “Saya bisa sangat senang mendapat sebuah apel merah berhias pita dari seorang teman SMP dulu. Sebab saya tahu, buat anak SMP, apel merah itu hal yang mewah.”

    kesan yang aku tangkap materialistis relatif, pertanyaannya hadianya harus berapa % dari penghasilan seseorang untuk dikategorikan sebagai tanda perhatian/sayang?

    andaikan ada seorang pria jutawan, beli berlian mungkin bukan hal yg sulit buat dia, so dia harus kasih apa? 😀

    Like

    1. truelia says:

      kadang bukan cuma % dari penghasilan, al. pas aku dibawain sekotak pizza juga senang banget. soalnya dia mau repot2 di tengah kesibukan dia, makanya the thought that counts.

      buat si jutawan, ya tetep beliin berlian lah… yang banyak :D. btw, aku juga jutawan, al. tapi nggak bisa beli berlian 🙂

      Like

  2. vemiliam says:

    #1. Berangkat dari pemahaman itu, seorang laki2 yg berusaha mendapatkan jawaban untuk lamarannya, disela percakapannya menceritakan tentang dia yg sudah beli rumah, mau ambil S2, dan sedang kredit mobil.
    he thought it could get him that woman?

    #2. pemahaman ini pun melahirkan persepsi pd laki2 bahwa “kehebatan”nya diukur dr kemampuan finansialnya.
    saya cerita ke teman laki2, tentang semalam kekasih saya mengajak makan malam di resto mahal, menghabiskan beberapa ratus ribu. saya bilang, “padahal, diajak makan soto pinggir jalan aja saya udah bahagia asal sama dia”
    teman laki2 dengan cepat menyahut: SERIUUS LUU?

    #3 atas pemahaman itu juga, beberapa (dan kayaknya skr jadi hampir banyak) laki2, jadi mikir berkali2, atau meragu-ragu, dan akhirnya mbulet ga karuan, untuk mengajak perempuan menikah dgnya.
    Well, marriage needs cost is logic. But hello, apparently the logic comes …… unlogic?

    Nice post often leads the long comment of mine, you guess it 😀

    Like

    1. truelia says:

      #1 hopefully 🙂
      #2 iya. seorang bapaknya teman pernah bilang: adigungnya seorang lelaki itu dari hartanya. sad, but true. kalau aku sih mau makan di mana aja suka, namanya juga sama pacar 😀 dan btw, kok aku belum dikenalin ke si “kekasih”? hehe…
      #3 semakin lama (baca: tua), both man and woman semakin suka “itung2an.” makanya, beruntunglah mereka yang menikah muda dan nggak kebanyakan itungan “untung-rugi.”

      I always enjoy your (nice) comments! 😉

      Like

  3. aldi says:

    1.Tergantung jenis berliannnya, maksudku sih jutawan dollar, bukan rupiah :p
    Pizza apa sih yg segitu repotnya? kan bisa delivery order, atau barangkali pizza yg dimasak sendiri dengan cinta? 😀
    2.”adigungnya seorang lelaki itu dari hartanya”, hmm harta bisa sekejap habis, mustinya liat prospeknya, latar belakang pendidikan, keuletan dll, tapi kecenderungan org melihat yg instant sih.
    3. Menikah muda ga kebanyakan untung rugi?masa?survey drmana? atau krn msh muda ga ada yg bisa dihitung kali ya, blm punya apa2 he he

    Like

    1. truelia says:

      1. di pasuruan kan nggak ada pizza hut 😀
      2. tuh, udah terjawab sendiri, hehe…
      3. it was a study conducted by myself in an institution called common sense 😀

      Like

  4. vemiliam says:

    let’s put one other thing:
    yet, i love precious goods, as well (i believe) every woman does.
    dan kupikir, itu adalah sebuah naluri yg dipunyai perempuan. sepertinya naluri “love precious goods” itu memang diciptakan pada perempuan.
    why’s that? because women are precious creatures.
    perempuan adalah keindahan, karenanya menyukai hal2 yg indah dan berhak mendapatkan keindahan pula.

    ini semacam lingkaran yg susah dijelaskan, melainkan…how beautiful God’s idea!
    (so, accept that we women love precious goods)
    😀

    Like

    1. truelia says:

      yay! finally! yes, we definitely do! including precious men 😉

      Like

  5. neza says:

    Ribet ya kalian… nona2, kalo cinta diukur dengan hadiah, bs2 aku berpikir suamiku gak cinta aku nih hehe… aku suka diberi, apalagi yg mahal2, tp buatku gak ada hubungannya dg cinta, mungkin aku cuma mikir ni orang byk duit ato pas2an, ni orang pelit ato royal. Kalo cinta, yg diberikan pasti lebih dari itu…

    Like

    1. truelia says:

      hmm…hubungan sebab akibatnya keliru. ngasih hadiah bukan sebab, tapi akibat.
      iya, ribet. lagi kesel. (pernah) kencan sama pacar nggak dibayari padahal dia tahu aku lagi pengangguran 😀 (kritik buat diri sendiri: katanya nggak mau dibilang matre, tapi kok sebel nggak dibayari kencan? hehehe)

      Like

  6. wulanadian says:

    Aduh, aku nggak setuju sama tulisanmu ini… You didn’t put it right or should I say ‘beautifully’.

    The more expensive the gift, the more love she feels from him.

    Come on…!! You can write better than that! Ini bener2 definisi cewek matre, and as a hopeless romantic I totally disagree.
    Orang kasih hadiah mahal bisa karena sombong, karena manipulatif, karena ada maunya, dan karena motif2 lain yg sering ga ada hubungannya dengan the L word.
    On the other hand, orang kasih hadiah murah, mungkin karena dipikir benda itu yg diinginkan si cewek, mungkin karena baru kenal, mungkin karena gak mau keliatan ekstavagan, ato karena dia emang lagi nggak punya ide.

    As we speak, I want to be given an Audi Q7 that I have been coveting for sometime. To get it, I will be exhilarated. But I was honestly moved and touched when I got a home-made mother’s day card, a feeling that is hard to match even if I did get the Audi Q7.
    The L word has nothing to do with matters, let alone linear correlation.

    You’d be surprised to see how many rich women who aren’t happy.
    Money can’t buy happiness, but it can buy pretty much anything else, true. But not happiness -nevertheless.

    Like

    1. truelia says:

      First of all, you’re not (that) hopeless romantic. I am :). Second of all, it’s true I should’ve expressed my thought more beautifully. It should be a mental censure.

      I like this post because it is honest and harsh and give criticism to those materialistic behavior. Simply said, I wanted to say: girls, please don’t get angry they call you cewek matre. Because without you knowing, you apply materialism theory.

      I never be surprised to see many rich unhappy women. I am one of them :D. And I really like my first red apple from you-know-who 🙂

      I was saying: if you love someone, say it. Say the L word please… and show it. And as the Beatles’ fan I will quote their song: “money can’t buy me love.”

      (aduh, isuk2 komen nang blog, dilirik bos sing seliweran nang ngarepku, hehe)

      Like

  7. cowok miskin harta hny puny hati says:

    no comment

    Like

Leave a comment